Perkembangan usaha kuliner angkringan belakangan ini semakin berani. Ini menunjukkan usaha ini bukan tidak hanya menargetkan market kalangan yang biasa-biasa saja. Buktinya, di Bandung, angkringan berani buka di kawasan Maranatha, kawasan kelas atas yang banyak dihuni etnis Tionghoa. Demikian salah satu cuplikan yang diucapkan oleh Perry Tristianto dalam talk show Gebyar Marketing PRFM, Rabu (17/4).

Acara yang dihadiri lengkap dua host-nya, Perry Tristianto dan Popy Rufaidah malam itu menghadirkan nara sumber Dwi Riyatno, pengusaha kuliner yang memiliki beberapa angkringan bersama beberapa mitranya. “Saya malah melihat di beberapa angkringan di Bandung sekarang ini banyak yang menyambangi dengan membawa mobil mewah. Artinya angkringan kini tak lagi membidik kalangan yang biasa-biasa saja, tapi juga kalangan atas. Ini tak lepas dari gaya hidup,” jelas Perry.

Lebih lanjut Perry mengatakan, yang tak diketahui banyak orang, usaha kuliner di pinggir jalan sebenarnya menangguk keuntungan besar. “Tidak seperti usaha kuliner yang berada di dalam gedung, menyewa atau membeli gedung, usaha kuliner angkringan cukup dengan gerobak, dan tak banyak memiliki karyawan, sehingga biaya operasionalnya tak besar. Dan mereka tak seperti usaha kuliner gedung yang mesti membayar kewajiban-kewajiban lain,” jelas Perry. Dwi Riyatno sendiri mengakui, mendirikan usaha angkringan modalnya sekitar Rp.5 juta. “Itupun masih ada yang mengira sangat mahal,” jelas Dwi.

Seorang pendengar PRFM yang menyimak acara talk show ini bertanya, apakah ada angkringan asli atau angkringan palsu? Menurut Dwi, tidak ada angkringan asli atau palsu, karena angkringan sekarang ini berkembang pesat seiring dengan gaya hidup. Misalnya dulu di angkringan selalu ada kopi jos, formula kopi yang dimasukin arang yang baru saja dibakar dan membara,merah lalu berbunyi jos. Namun kini tak semua angkringan menyediakan kopi jos. Ketika formula kopi jos ini ditanyakan oleh Popy Rufaidah soal higinisnya, Dwi menjawab, kopi ini banyak disuka dan sejauh ini tak ada laporan orang yang mengkonsumsi kopi ini dilarikan ke rumah sakit. “Jadi aman – aman saja,” jelas Dwi sambil tertawa.

Lebih lanjut Popy mengatakan soal bisnis angkringan yang makin marak ini. Menurut pakar pemasaran ini, bisnis angkringan merupakan dilema tersendiri bagi Indonesia pada umumnya, kota Bandung khususnya. “Pemda umumnya dengan tegas mengatur, PKL tak boleh ada di pinggir jalan atau trotoar. Namun di sisi lain, keberadaan angkringan perlu di support karena potensi ekonominya. Dengan konsep murah meriahnya, angkringan sangat disuka, apalagi kebersihan dan kesehatannya sangat dijaga,” jelas Popy. Sementara Perry mengatakan, sebenarnya angkringan yang sukses tidak yang berada di jalan besar yang ramai, tapi yang berada di sisi jalan yang tak begitu ramai dan agak gelap. “Karena kalau di jalan besar terlalu ramai oleh lalu lintas. Mungkin tak asyik buat nongkrong,” jelas Perry.

angkringan-3Angkringan berasal dari bahasa Jawa ‘angkring ‘ yang berarti duduk santai sambil nongkrong. Di Solo lebih dikenal dengan nama wedangan. Dalam perkembangannya, menu angkringan lebih bervariasi. Bahkan sebuah angkringan di Dago Bandung menyediakan omelet, pasta, steak, sop buntut, iga, gurame, dan masakan oriental. Kosumennya juga bervariasi, mulai pegawai kantor, mahasiswa, seniman, bahkan hingga pejabat dan eksekutif. Angkringan asyik buat tempat mengobrol dengan santai. Karena itu angkringan cocok didirikan di tempat yang egaliter, tanpa membeda-bedakan strata sosial. Di bulan puasa, angkringan tumbuh subur di kampus-kampus. Baik menjelang sahur maupun buka puasa. Membidik anak-anak kost.

Dalam perkembangannya, angkringan ada yang menyediakan layanan hotspot wifi dan tv proyektor. Bahkan ada layanan TV proyektor, yang hanya di putar untuk momen pertandingan sepakbola seperti Liga Inggris, Liga Champions atau Piala Dunia. Tak kalah dengan cafe-cafe atau resto modern