Segala sesuatu yang berbau moslem sekarang ini sedang menjadi gaya hidup, sehingga menjadikan sektor ini menjadi industri dan menjadi peluang bisnis. Dan dalam dunia fashion, busana moslem merupakan salah satu peluang yang menggiurkan. Demikian dalam talk show ‘Gebyar Marketing PRFM’, Rabu (3/4) yang mendatangkan nara sumber dari owner busana moslem Qirani, suami istri Fajar Irawan dan Fajar Irawan.
Qirani sendiri merupakan merek busana moslem modern yang memiliki karakter unik dibandingkan dengan busana wanita pada umumnya. Yaitu tetap menonjolkan nilai-nilai syari’, namun tetap tampil trendy alias tidak ketinggalan zaman.
Berkenaan dengan ini Popy Rufaidah mengatakan, di Indonesia industri busana moslem berkembang pesat karena tak ada pembatasan soal modelnya. Sementera di begara moslem lainnya, busana moslem dibatasi sehingga kalau nampak terlihat terlalu trendy dilarang. Sementara di negara lain yang tak mengekang model busana moslem, hanya ada busana yang mirip busana moslem namun terikat dengan pakem baju kurung, sehingga tak nampak trendy.
“Qirani punya siasat yang smart. Ia menggabungkan antara busana moslem yang syari’ dengan yang trendy. Seperti bank-bank yang menawarkan produk syariah. Padahal sebelumnya sepertinya cuma ada dua pilihan, busana moslem gombrong atau yang trendy, tapi sekali lagi Qirani dengan pintar menggabungkannya, dan pasar menerimanya,” tutur Popy.
Fajar Irawan ,mengomentari apa yang dikatakan oleh Popy dengan mengatakan, “Memang kami tidak membuat busana moslem yang mrecet-mrecet (ketat-Red). Selama ini yang banyak diproduksi adalah busana moslem ketat-ketat. Tapi alhamdulilah ketika kami membuat yang syari’ dan tetap tak meninggalkan sisi trendy-nya bisa diterima pasar, baik oleh anak-anak remaja dan dewasa,” tutur Fajar.
Bahan yang dipilih Qirani umumnya kaos berkualitas, sehingga nyaman dikenakan untuk segala situasi, sesuai bagi mereka yang beraktivitas tinggi. Dan kaos itu disesuaikan dengan iklim di daerah tropis yaitu terbuat dari bahan kantun combed, katun carded dan katun rajut. “Indonesia ‘kan dikenal sebagai negara berkeringat, namun menggunakan busana moslem kami, Insya Allah tak berkeringat,” tutur Devi.
Devi dan Fajar memulai usahanya sejak tahun 2007, dan sebagaimana orang memulai usaha, keduanya harus jungkir balik sebelum sukses. Bahkan ketika pertama menggunakan nama Izzati ternyata sudah dimiliki orang, sehingga mereka harus berurusan dengan pengacara. Maka kemudian diganti menjadi Qirani, yang berarti ‘look at me’. Berasal dari kata ‘kirana’ (bahasa Sansekerta, artinya ‘tetap bercahaya’) dan ‘iqra’ (bahasa Arab, artinya ‘baca’ atau ‘lihat’).
Memasuki tahun ketiga (2011) usahanya yang dimulai dari rumahan itu mulai naik, bahkan punya distributor di luar negeri. Sekarang distributornya sudah ada di seluruh Jawa, Hongkong, Malaysia, dan Singapura. “Alhamdulilah semua itu karena digarap secara serius, mulai pembukuan, keuangan, seolah-olah sudah jadi perusahaan. Bersikap profesional, memisahkan antara uang usaha dengan uang keluarga. Niat kiami semula memang tidak hanya meraih untung tapi membantu orang sekitar. Membuka lapangan pekerjaan. Kerja keras, berdoa,” tutur Devi.
Menurut Fajar, dengan segala apa yang diraihnya sekarang, mimpi-mimpinya telah menjadi kenyataan. Dan ketika ditanya apa mimpi selanjutnya sekarang? Dengan tegas Fajar menjawab, “Mimpi kami sekarang berupa target, yaitu bisa berzakat mencapai Rp.1 miliar.”
Adapun latar belakang Devi sendiri sejak di bangku sekolah sudah rajin berjualan produk kosmetik. Bakat bisnisnya semakin terasah ketika duduk di bangku kuliah. Selepas kuliah, Devi sempat menjadi orang kantoran alias pegawai. Mulai dari pegawai di bagian sales and distribution, finance, hingga quality assurance.
Selama menjadi pegawai, Devi melakukan kerja sambilan dengan menawarkan produk ke teman-teman kantornya, mulai dari peralatan makan hingga jilbab. Dan kerja sambilannya itu omset bisnisnya malah melebihi pendapatannya sebagai pegawai. “Bagaimana kalau saya konsentrasi penuh, pasti lebih tinggi omzetnya,” keang Devi.
Suami – istri ini memiliki latar belakang pendidikan yang tidak ada hubungannya dengan bisnis fashion. Devi study di Manajemen Agribisnis di Fakultas Pertanian, dan Fajar menekuni pendidikan apoteker. “Tapi kerja di apoteker saya merasa kurang nyaman,” tutur Fajar.
Leave A Comment