Bisnis pijat atau refleksi merupakan bisnis yang menarik, namun sulit dan rumit, dengan keuntungan yang tak banyak, di Bandung sendiri bisnis ini sangat menjamur.  Namun usaha  pijat yang baru dibuka, yang berciri khas Sunda, yang diberi nama JJ Sundanese Family Massage, merupakan usaha pijat yang memiliki konsep jelas dan bagus. Apalagi jika dilihat target marketnya adalah turis yang datang ke Bandung.

Demikian Perry Tristianto dalam talk show Gebyar Marketing PRFM, Rabu (20/7), yang malam  itu mendatangkan nara sumber  Hadi Permana, owner dari  JJ Sundanese, dan Direktur Utamanya,  Jeny Rosnawati.

“Bisnis pijat sangat menarik, karena itu di Bandung sangat menjamur.  Meski pajaknya tinggi, sekitar 30 %, namun saya melihat JJ Sundanese memiliki konsep yang jelas dan berbeda. Semoga konsep ini dijalankan dengan konsisten, dan sukses,” tutur Perry.

JJ Sundanese sendiri memiliki konsep pijat family, dan menghidupkan roh  atau kultur Sunda. “Saya sebagai pelaku pariwisata, melihat wisatawan yang datang ke Bandung belum ada penawaran layanan pijat tradisional khas Sunda.” Tutur Hasi.

Lanjut Hadi, “Pendek kata, begitu masuk ke JJ Sundanese, susanananya khas dan kental Sunda. Baik dekorasinya, musik pengiringnya. Tradisi pijat di tanah Sunda ini dulunya memang ada, terutama di kalangan raja-raja. Sesuatu yang luhur dan sakral. Roh itu yang saya mau kembalikan lagi.”

Meski memuji, Perry Tristianto mengkritik keberadaan JJ Sundanese. Menurutnya, place –nya di jalan Sudirman no. 188 Bandung kurang tepat. Disamping di deretan jalan Sudirman sudah banyak pesaing rumah pijat yang lain, juga  untuk menghidupkan suasana Sunda zaman baheula kurang pas. “Cobalah cari  tempat lain yang mendukung suasana Sunda,” tegas Perry.

Target market turis yang datang ke Bandung, khususnya turis Malaysia, juga dipuji Perry, apalagi  juga menyertakan  keterlibatan guider, sehingga pasar ini bisa digarap. “Saya banyak menemui tempat-tempat belanja, baik kuliner atau produk tradisional di Bandung, yang sebenarnya tak terkenal di Bandung tapi sering didatangi turis Malaysia, dengan omzet yang besar.  Karena melibatkan guider. Kalau hal ini bisa dikelola dengan baik, kerjasama dengan guider, target market yang dibidik JJ Sundanese bisa tercapai,” tutur Perry.

Hadi Permana sendiri mengatakan, sejauh ini dirinya memang belum melihat ada yang menggarap pasar ini. “Saya cukup lama terlibat dalam kegiatan wisata di Bandung, dari sana saya melihat peluang pasar ini,” tutur Hadi Permana.

Yang juga sulit mengelola bisnis pijat, menurut Perry, para terapis-nya dikenal ‘kutu loncat’. Mudah berpindah-pindah dari satu panti pijat yang satu ke panti pijat yang lain. “Mereka suka pindah-pindah, dengan harapan penghasilannya bisa lebih besar. Padahal penghasilannya berkisar dari itu ke itu juga,” tegas Perry.

Mengantisipasi hal ini Hadi mengatakan, pihaknya telah kerjasama dengan asosiasi AP3I yang biasa mengelola terapis, termasuk tehnik memijatnya. “Kami mengupayakan agar mereka tidak mudah berpindah-indah,” kata Hadi.

Menurut  Jeny Rosnawati, di JJ Sundenese para terapisnya professional. Dengan berbagai macam skill pemijatan. Termasuk pijat untuk baby, untuk ibu hamil dan ibu yang habis melahirkan. “Disamping pijat Sunda, kami  juga menawarkan pijat Jawa, pijat Bali.  Terapisnya semua bersertifikat.  Kerjasama dengan guider ini disamping ada imbalan fee, juga ada free massage bagi guider-nya. Ini yang menarik bagi guider,” kata Jeny.