Inovasi yang dibuat oleh Ina Cookies nyeleneh, dan karena dalam penjualannya tak memiliki saingan di retail, maka agen-agennya yang tersebar hingga ke Papua tak memiliki saingan. Ini yang membuat agennya semangat berjulan, sehingga Ina Cookies memiliki target pasar jelas. Dan gathering yang sering digelar oleh Ina Cookies terhadap para agennya membuat semakin jelas target pasarnya.
Demikian kata Perry Tristianto dalam acara talk show Gebyar Marketing PRFM, Rabu (24/4) yang menghadirkan nara sumber Rr. Ina Wiyandini, owner Ina Cookies. “Sepertinya Ina Cookies memang tanpa iklan, namun karena ia memiliki agen-agen yang luas, maka sama saja dengan beriklan, karena agennya gencar mengiklankan. Jadi marketingnya dari mulut ke mulut,” tutur Perry.
Popy Rufaidah, pakar marketing UNPAD mengatakan, salah satu kecerdikan Ina Cookies adalah dengan membuat banyak rasa sampai sebanyak 135 item. “Itu membuat banyak pilihan, apalagi harganya relatif murah Rp.5.000,” jelas Popy.
Ina Cookies dirintis sejak tahun 1990-an dari kota Cirebon. Namun mulai booming dan diberi nama Ina Cookies saat krismon pada tahun 1998. “Kunci suksesnya inovasi. Itu saya rasa yang membuat produk kue saya diterima. Kalau biasa-biasa saja seperti yang sudah ada, mungkin orang tak menerima, saya memang ogah meniru,” tutur Ina. Salah satu ide unik lainnya, ia membuat sebuah produk cookies unggulan yang diberi nama Putri Rosella, yang idenya berawal dari kumpulan bunga Rosella atau teh merah yang tidak digunakan, lalu Ina berinovasi untuk dijadikan sebagai rasa salah satu cookiesnya.
Kuenya yang kini memilki rasa 135 macam itu merupakan variasi produk cookies yang terbuat dari bahan-bahan yang jarang digunakan oleh pelaku bisnis kue, seperti tahu, tempe, tape, oncom, tahu, jengkol, dan lainnya. Herannya di tangan Ina bahan-bahan itu menjadi kue yang lezat, dan belum pernah ada. “Saya mau brand yang saya buat karena kreasi sendiri, bukan ide yang sudah pernah dibuat,” ungkap ibu tiga anak yang mengaku pernah berdagang macam-macam barang, mulai jahe sampai mobil. “Saya sebelumnya pernah berbisnis jahe gajah diekspor ke Jepang sekitar tahun 1992-an, namun kemudian hancur karena Jepang kemudian lebih memilih membeli jahe dari Thailand,” kenang Ina.
Pusat produksinya Ina Cookies ada di Bojong Koneng Bandung. Disana banyak family-nya yang juga bergelut di bisnis kue. Karena itu Perry mengusulkan desanya itu dinamai dan di setting menjadi ‘Desa Kue’. “Saya yakin itu ide bagus, dan bis direalisasikan, menjadi tujuan wisata yang menarik. Tak perlu harus desa yang mewah, justru yang kelihatan kampung akan semakin menarik,” tutur Perry.
Leave A Comment