Potensi bisnis di Jawa Barat menjanjikan. Karena itu, sebaiknya masyarakat Jawa Barat memberdayakan potensi tersebut dengan bersemangat sebagai entrepeneur. Jangan sampai potensi itu justru diambil orang lain apalagi orang asing. Memang banyak kendala untuk menjadi entrepeneur, dan hal yang paling banyak dikeluhkan adalah persoalan modal, padahal faktor modal bukan hal krusial. Demikian ketua Himpunan Pengusaha Indonesia (Hipmi) Jawa Barat, Yedi Karyadi dalam ‘Talk Show Gebyar Marketing PRFM’, Rabu (31/10).

Lebih lanjut Yedi mengatakan, jika ada alasan tak bisa menjadi entreprenuer karena modal, itu tak lebih mencari alasan. “Kalau konsepnya bagus, dan usaha sudah mulai jalan, sebenarnya banyak pemodal yang mau investasi, tinggal hitung-hitunganya saja. Jangan gampang menyerah,” jelas Yedi Karyadi.

Menurut Yedi, dalam memilih usaha hendaknya jangan latah alias ikut-ikutan bisnis yang sedang booming. Sehingga ketika bisnis yang dulunya booming itu sudah tak trendy lagi, maka akan terjadi kematian massal. “Ini akan menyulitkan, karena secara bersamaan usaha sejenis mati dalam waktu bersamaan. Carilah bisnis yang melawan arus,” jelas Yedi. Ia memberi contoh bisnis yang pernah mati massal adalah usaha wartel. Begitu ada handphone, wartel yang saat itu booming, kemudian mati secara massal.

Menyinggung keberadaan Himpi Jabar yang dipimpinnya, Yedi masih prihatin dengan jumlah wirausahawan di Jabar masih sangat minim, hanya sekitar 0,18 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 80 ribu orang. “Harapan saya nantinya bisa mencapai 2 persen, itulah persyaratan standar untuk jumlah penduduk Jabar saat ini. Namun pemerintah Jabar harus men-support-nya. Selama ini perhatian pemerintah sangat minim sehingga kewirausahaan berjalan sendiri-sendiri. Misalnya, dengan memudahkan perizinan bagi para pelaku usaha dan memberikan motivasi kepada wirausaha muda. Dan satu lagi, selama ini peraturan yang dibuat pemerintah cenderung tak sesuai dengan yang terjadi di lapangan, mestinya pemerintah memanggil pengusaha untuk membuat peraturan, jangan dari sudut pandang mereka sendiri,” tutur Yedi.

Sementara itu Perry Tristianto mengatakan, di sisi lain para pengusaha memang harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan, dengan tidak melanggarnya. Sehingga peraturan yang dibuat tidak ‘rusak’ oleh ulah oknum pengusaha. “Sebagai contoh, saya dulu menggeluti usaha studio rekaman, ternyata yang membajak lagu mereka, produsernya sendiri. Ini ‘kan merusak peraturan yang telah ditetapkan,” tutur Perry.

Dan Popy Rufaidah mengatakan, hendaknya wirausahawan di Jawa Barat mampu mengelola kekayaan alamnya sendiri. Paling tidak kekayaan alam itu sudah diolah terlebih dulu sebelum diekspor, sehingga ada nilai lebih. Hal ini langsung diiyakan oleh Yedi Karyadi,” Betul. Jangan sampai kekayaan alam yang kita miliki diolah di luar negeri, lalu produknya dikrim kembali ke kita. Ini menyedihkan. Pangsa pasar Indonesia ini sungguh luar biasa. Lihat saja, banyak bank kita dibeli oleh asing, itu artinya mereka melihat potensi pasar kita,” tutur Yedi.

Yedi Karyadi kini Komisaris Utama Rumah Sakit Karya Husada Karawang. Ia juga Dirut PT Bukit Bintang Mandiri, usaha yang bergerak bisnis gas elpiji dan masih banyak lagi usaha yang dimiliknya. Tanda – tanda Yedi seorang pengusaha sudah terlihat sejak duduk di bangku SD. Waktu itu ia sambil sekolah menyewakan komik kepada teman-teman sekolanya. SMP hingga kuliah ia ada di Singapura dan London. SMP di Singapura ia memberi les kepada anak-anak TK. Dan pada tahun 1999 di London, ia sudah menggeluti bisnis on line, yang di Indonesia belum lama booming. “Domain bagi saya property. Saya banyak memiliki domain. Bisa dijual atau disewakan,” tutur Yedi, suami dari dokter Cellica Nurrachadiana yang juga wakil bupati Karawang periode 2010-2015 ini.